Senin, 07 Mei 2012

Keberadaan Koperasi dan KUD di Desa


BAB I
PENDAHULUAN

Berbagai macam koperasi didirikan, ada koperasi pegawai negeri atau swasta, koperasi pelajar, koperasi pedagang, nelayan, petani, masyarakat umum, dan lain-lain. Begitu banyaknya koperasi didirikan sehingga memberi peluang bergeraknya perekonomian nasional. 
UNIT usaha yang dikelola koperasi juga berbagai macam, tidak terbatas pada usaha simpan pinjam saja. Koperasi yang biasanya bergerak pada unit usaha simpan pinjam (kredit), koperasi konsumsi barang, atau koperasi yang memproduksi barang dan jasa ikut menggerakkan roda perekonomian. Bergeraknya peredaran uang dalam sistem usaha koperasi juga ikut meningkatkan perekonomian.


BAB II
PEMBAHASAN

·         Pengertian Koperasi Unit Desa

Koperasi Unit Desa adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencakup satu wilayah kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Selain itu KUD memang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah.
Prinsip pendirian koperasi adalah sebagai usaha bersama yang ditujukan untuk kemakmuran anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pendirian koperasi juga harus mendapat pengesahan sebagai badan hukum koperasi dari pihak yang berwenang. Sejauh ini koperasi dengan prinsip usaha bersama atas asas kekeluargaan banyak menolong atau membantu para anggotanya, terutama didaerah pedesaan.
Manfaat koperasi yang tercermin dari tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota baik dalam tataran ekonomi maupun sosial. Kesejahteraan yang erat kaitannya dengan pemanfaatan jasa dari koperasi ikut membantu anggota dalam menghadapi kesulitan terutama yang menyangkut persoalan keuangan. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi juga menjadi salah satu elemen penting dalam meningkatkan kesejahteraan para anggota. SHU sendiri dibagikan kepada para anggota koperasi berdasarkan kesepakatan anggota yang biasanya terakumulasi dari penghitungan jasa kepada koperasi. Adapun SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku setelah dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lain (termasuk pajak ) dan besarnya SHU yang dibagikan kepada masing-masing anggota sebanding dengan jasa yang dilakukan oleh anggota tersebut.

·         Tujuan Koperasi Unit Desa (KUD)

Menurut Pasal 3 UU perkoperasian RI No. 25 Tahun 1992, bahwa tujuan koperasi adalah:“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan para anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Sedangkan tujuan dari KUD sesuai yang telah dinyatakan dalam Anggaran Dasar Koperasi Unit Desa, yaitu mengembangkan ideologi dan kehidupan perkoperasian, mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada kerja pada umumnya, mengembangkan kemampuan ekonomi, daya kreasi dan kemampuan usaha para anggota dalam meningkatkan produksi dan pendapatannya.

·         Organisasi KUD.

Organisasi KUD telah beberapa kali mengalami perubahan seperti yang telah dikemukakan oleh Ninik W. dan Y.W. Sunindhia dalam bukunya “perkoperasian Indonesia” yaitu Pada Inpres No. 4/1973, BUUD sebagai sutu lembaga ekonomi berbentuk koperasi pada tahap permulaan pertumbuhannya merupakan gabungan usaha bersama dari koperasi-koperasi pertanian, koperasi-koperasi desa yang terdapat diwilayah unit desa tersebut, yang dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perkembangannya dilebur / disatukan dalam satu KUD.
Dalam rangka pelaksanaan program pembangunan sesuai dengan Inpres No. 2/1978, maka KUD harus mampu mandiri dan benar-benar mampu menjadi wadah kegiatan ekonomi masyarakat desa yang bersangkutan. Pemerintah juga menetapkan Inpres No.4/1984, bahwa setiap KUD dibentuk badan pembimbing dan pelindung KUD, yang didalamnya beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat desa. Dengan dikeluarkannya Inpres ini, maka BUUD dihapus. Hal ini dilakukan dalam rangka menyempurnakan organisasi KUD yang ada di pedesaan sehingga dapat lebih bermanfaat untuk kepentingan masyarakat desa sekaligus menjadi wadah perekonomian yang tepat diterapkan diwilayah pedesan.

·         Unit Usaha KUD

Bidang usaha koperasi pada dasarnya mencerminkan ragam usaha yang ditawarkan oleh koperasi kepada anggotanya, unit-unit usaha koperasi adalah:

a. Perkreditan ( simpan pinjam)

Unit simpan pinjam dibentuk bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anggota dalam hal pemberian pinjaman modal yang didalamnya telah ditetapkan ketentuan-ketentuan sesuai dengan keputusan rapat anggota.Tujuan dari unit simpan pinjam, yaitu mengusahakan keperluan kredit bagi para anggota yang sangat membutuhkan dengan syarat –syarat yang ringan dan sederhana, mendidik para anggotanya agar lebih giat menabung secara teratur, sehingga dapat memiliki modal sendiri, mendidik para anggotanya agar lebih hidup hemat dan mengarahkan dalam menggunakan uang pinjaman serta mencengah hidup yang berlenih-lebihan, meningkatkan pendidikan/pengetahuan tentang perkoperasian. (Yoewono, 1986:11).

b. Penyediaan dan penyaluran sarana produksi pertanian.

Kegiatan ini merupakan kegiatan penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan dibidang pertanian seperti pupuk, obat-obatan,bibit dan lain-lainnya. Sedangkan kegiatan penyaluran sarana produksi merupakan kegiatan menampung seluruh hasil produksi pertanian anggota dan pemberian harga yang layak.
Unit penyediaan dan penyaluran sarana produksi dibentuk dengan maksud mempermudah dan membantu masyarakat petani dalam memenuhi kebutuhannya terkait dengan proses pertanian yang nantinya diharapkan dapat maningkatkan hasil panennya.

c. Pengolahan dan pemasaran hasil produksi.

Kegiatan usaha pemasaran tidak hanya terbatas pada usaha pembelian dan penjualan hasil pertanian dalam bentuk asli, tetapi juga mengolah hasil-hasil pertanian dengan tujuan untuk memperoleh harga yang memuaskan dipasaran. Kegiatan pengolahan ini dilakukan karena hasil pertanian antara petani yang satu dengan yang lain tidak sama.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Yang dapat disimpulkan dari uraian di atas adalah bahwa adanya koperasi di daerah pedesaan sangatlah membantu, umumnya bagi para petani dan masyarakat pedesaan. Karena akan meningkatkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada kerja pada umumnya, serta mengembangkan kemampuan ekonomi, daya kreasi dan kemampuan usaha para anggota dalam meningkatkan produksi dan pendapatannya.


Sumber :






 Nama            : Amelia Nur Fitri
NPM              : 20210605
Kelas            : 2 EB 19

Minggu, 06 Mei 2012

Pengakuan Hukum untuk Hak Milik


BAB I
PENDAHULUAN
Setiap orang berhak memiliki Hak Perseorangan ( Hak Milik ) atas suatu benda. Karena Hak tersebut telah di lindungi oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 ( UUPA ). Oleh karena itu Hak milik sangat di perlukan atas suatu benda atau suatu hasil karya, agar tidak di salah gunakan oleh banyak orang yang tidak bertanggung jawab.


BAB II
PEMBAHASAN
·         Pengertian Hak Milik atau Hak Kebendaan :
Hak milik atau Hak kebendaan adalah Hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang yang berarti bahwa setiap orang harus mengakui dan mengindahkan hak orang lain tersebut.

·         Kepastian Hukum mempunyai 2 arti :
1. Orang dapat mengetahui peraturan hukum yang mengatur suatu peristiwa hukum tertentu, sehingga orang dapat mengetahui kedudukannya dalam hukum.
2. Para pihak yang bersengketa dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, jadi untuk keamanan hukum dan mencegah timbulnya tindakan sewenang-wenang dari pihak manapun.

·         Asas Hukum Tentang Benda
a.      Asas yang membagi hak manusia kedalam hak kebendaan dan hak perorangan. Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan). Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut suatu tagihan kepada seseorang tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja yang harus mengakui hak orang tersebut.

·         Asas hak milik itu adalah suatu fungsi sosial. Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan untuk membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara merugikan orang atau masyarakat. Jika merugikan akan dituntut berdasarkan Ps 1365 KUHS.

Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah dicabut dan diatur dalam UNDANG-UNDANG Pokok Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang Hipotik masih diatur dalam Hukum Benda. Hukum Benda ini sifatnya tertutup, jadi tidak ada peraturan lain yang berkaitan dengan benda selain yang diatur oleh Undang-Undang.

·         Syarat yang harus dipenuhi untuk menuntut ganti rugi :
1.      Perbuatan atau sikap diam harus melanggar hukum, ada peraturan hukum yang dilanggar oleh perbuatan atau sikap diam dari orang yang bersangkutan.
2.      Harus ada kerugian (Schade) antara perbuatan dan kerugian harus ada hubungan sebab akibat, pengganti kerugian hanya dapat diminta oleh orang yang menderita kerugian dan harus dapat membuktikannya.
3.      Harus ada kesalahan orang atau si pelaku harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan kesalahan yang dilakukan itu bukanlah keadaan terpaksa, keadaan darurat, kesalahan itu karena kesengajaan dan kelalaian.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN :
Yang dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa memiliki Hak milik atas hasil suatu karya sangatlah penting. Apabila ada yang mengaku atas hasil karya kita, maka dia harus dapat mempertanggung jawabkan perbuatan nya karena telah membuat oranglain merasa rugi atas sebuah hasil karya.


Sumber         :




Nama            : Amelia Nur Fitri
NPM              : 20210605
Kelas            : 2 EB 19





Sejarah Hukum di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN


Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri, manusia hidup berdampingan, bahkan berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya. Hubungan itu terjadi berkenaan dengan kebutuhan hidupnya yang tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam. Pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui daya upaya yang dilakukan. Setiap waktu manusia ingin memenuhi kebutuhannya dengan baik. Kalau dalam saat yang bersamaan dua manusia ingin memenuhi kebutuhan yang sama dengan hanya satu objek kebutuhan, sedangkan keduanya tidak mau mengalah, bentrokan dapat terjadi. Suatu bentrokan akan terjadi juga dalam suatau hubungan, antara manusia satu dan manusia lain ada yang tidak memenuhi kewajiban.
Hal-hal semacam itu sebenarnya merupakan akibat dari tingkah laku manusia yang ingin bebas. Suatu kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang baik, apalagi kalau kebebasan tingkah laku seseorang tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Oleh karena itu, untuk menciptakan ketentraman dalam suatu kelompok sosial, baik dalam situasi kebersamaan maupun dalam situasi sosial diperlukan ketentuan-ketentuan. Ketentuan itu untuk membatasi kebebasan tingkah laku itu. Ketentuan-ketentuan yang diperlukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup atas dasar kesadaran dan biasanya dinamakan hukum. 


BAB II
PEMBAHASAN

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Sejarah Hukum di Indonesia mulai dari periode kolonialisme hingga pasca masa orde baru sampai sekarang, berikut ini pembahasan dari metode kolonialisme :
1.         Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.

a.         Periode VOC

Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.

Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.

b.         Periode liberal Belanda

Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.

c.         Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang

Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.

2.         Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal

a.         Periode Revolusi Fisik

Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.

b.         Periode Demokrasi Liberal

UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.


3.         Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a.         Periode Demokrasi Terpimpin

Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

b.         Periode Orde Baru

Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.

4.         Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.


BAB III
PENUTUP
Dapat kita simpulkan dari uraian diatas bahwa sejarah hukum di Indonesia bermula dari penjajahan Belanda, karena saat itu wilayah Indonesia di kenal sebagai Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Dan tujuan utama dalam penulisan ini adalah agar kita lebih memahami dan mendalami tentang sejarah hukum di Indonesia. Sehingga menjadikan pedoman dan pengetahuan kita di masa yang mendatang.


Sumber :
Sejarah Hukum di Indonesia.doc





Nama            : Amelia Nur Fitri
NPM              : 20210605
Kelas            : 2 EB 19


Analisis Ekonomi, Ekspentasi Inflasi, dan Kesejahteraan Petani


BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui, harga eceran bahan bakar minyak bersubsidi di dalam negeri tidak jadi naik pada awal April ini. Pemerintah bersama parlemen telah menyetujui besaran baru Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012 dengan defisit Rp 190 triliun (2,23 persen) jika kelak harga BBM jadi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter.
Masyrakat umum pun tampak mulai memahami bahwa kenaikan harga minyak dunia telah meningkatkan biaya produksi, transportasi dan distribusi, dan menjadi pemicu inflasi di beberapa negara, tidak terkecuali Indonesia. 

BAB II
PEMBAHASAN
By : Bustanul Arifin

Keputusan politik yang diambil pada Jumat dini hari itu akhirnya memberikan diskresi kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi apabila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) mengalami perubahan lebih dari 15 persen dalam kurun waktu enam bulan. Dengan posisi harga ICP yang telah melampaui 120 dollar AS per barrel, pemerintah mungkin akan menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada Oktober 2012 jika harga ICP tetap bertahan tinggi.
Di satu sisi, masyarakat mungkin dapat terhibur dengan keputusan politik tersebut walaupun harga kebutuhan pokok sudah berangsur naik. Namun, di sisi lain keputusan yang sebenarnya meningkatkan ekspektasi inflasi (expected inflation) justru dapat memicu inflasi yang sebenarnya. Banyak analis memperkirakan laju inflasi bulan Maret akan berada di atas 0,1 persen walaupun musim panen padi telah dimulai. Laju inflasi tahunan 2012 ini akan berada di atas 5 persen, apalagi jika harga BBM kelak jadi dinaikkan.
Pada Senin ini, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan laju inflasi bulan Februari, angka ramalan pertama produksi padi tahun 2012, dan beberapa statistik penting lainnya. Sekitar 65 persen dari produksi padi di Indonesia dihasilkan pada periode panen raya Maret-April ini dan 35 persen sisanya pada panen gadu September-Oktober. Apabila produksi gabah kering giling mampu lebih tinggi dari 65 juta ton, akan tebersit harapan baru untuk mencapai target ambisius surplus beras 10 juta ton. Demikian pula sebaliknya, apabila panen raya sekarang ini tidak menunjukkan kinerja yang spektakuler, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tampak masih jauh dari kenyataan.



Dampak Kesejahteraan Petani

Kalangan awam pun paham bahwa ekspektasi laju inflasi, apalagi jika disertai kenaikan harga BBM, akan menambah biaya pengeluaran masyarakat, tidak terkecuali petani. Ukuran yang paling kasar seperti nilai tukar petani pun telah menunjukkan kecenderungan memburuknya kesejahteraan petani. Nilai tukar petani kumulatif pada Februari 2012 tercatat 105,1 (turun 0,60 persen) dengan gambaran tidak baik diderita petani padi (turun 1,02 persen), nelayan (turun 0,39 persen), dan petani hortikultura (turun 0,23 persen).
Persoalan klasik di lapangan belum dapat ditanggulangi, seperti kenaikan harga faktor produksi pertanian, yaitu pupuk, pestisida, upah buruh, sewa lahan, dan lain-lain, karena akses yang tidak terlalu baik. Apalagi, dengan drama wacana kenaikan harga BBM satu-dua bulan terakhir, petani dan nelayan semakin sulit memperoleh bahan bakar sekadar untuk menyambung hidup karena spekulasi dan penimbunan yang marak terjadi. Tidak terlalu aneh walaupun laju inflasi nasional pada Februari 2012 tercatat 0,05 persen, laju inflasi di daerah pedesaan justru menembus 0,46 persen karena semua indeks kelompok pengeluaran naik.
Tidak perlu disebut lagi bahwa penguasaan lahan petani Indonesia sangat tidak merata karena sebanyak 53 persen dari 17,8 juta rumah tangga petani padi-palawija hanya menguasai lahan 0,5 hektar atau kurang. Petani skala kecil ini benar-benar menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap perubahan pengeluaran, apalagi jika harus menanggung tambahan beban kenaikan harga BBM yang berwujud dari biaya transportasi, biaya produksi, sampai pada kebutuhan sehari-hari.
Demikian pula Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah mungkin menjadi panduan secara administratif bagi Perum Bulog. Namun, tingkat kesejahteraan petani bukan persoalan administrasi belaka, melainkan persoalan hidup riil yang memerlukan langkah pemilikan dan perhatian yang memadai. Di sinilah sebenarnya harapan petani dan masyarakat banyak kepada penyelenggara negara di Indonesia.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Bahwa sebelum dinaikkan harga BBM masyarakat sudah banyak yang memprotes, karena semua harga telah banyak yang naik. Kalangan awam pun paham bahwa ekspektasi laju inflasi, apalagi jika disertai kenaikan harga BBM, akan menambah biaya pengeluaran masyarakat, tidak terkecuali petani. Dan pemerintah harus melakukan penghematan anggaran dengan melakukan diet ketat untuk tidak belanja hal-hal yang tidak penting.dan harus bisa menstabilkan harga saat panen raya tiba.

Sumber :

Nama            : Amelia Nur Fitri
NPM              : 20210605
Kelas            : 2 EB 19




Hak Konsumen yang Dilanggar oleh Pelaku Bisnis


BAB I
PENDAHULUAN

Perlindungan terhadap Hak-Hak konsumen masih gencar dibicarakan, bahkan tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan masyarakat. . Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Konsumen harus lebih berhati-hati dalam membeli suatu produk barang atau jasa yang diinginkan.

BAB II
PEMBAHASAN
Konsumen adalah orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang  atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen adalah orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa.
Adapun hak-hak konsumen yang masih sering di langgar oleh pelaku bisnis adalah sebagai berikut :
·         Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
·         Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
·         Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
·         Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
·         Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dapat di simpulkan bagi  pelaku bisnis tidak perlu melakukan tindakan kecurangan, karena para konsumen memiliki hak-hak yang dilindungi oleh Undang-Undang. Apalah arti sebuah keuntungan apabila merugikan banyak orang. Dan bagi konsumen, cermati terlebih dahulu dalam membeli suatu produk barang atau jasa.

Sumber :



Nama            : Amelia Nur Fitri
NPM              : 20210605
Kelas            : 2 EB 19