BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalani kehidupan ini, banyak sekali
yang harus di perhatikan. Terlebih lagi tentang apa yang kita konsumsi. Tidak
sembarang makanan yang dapat kita konsumsi, terutama buat kaum muslimin. Label Halal sangat diperlukan di setiap makanan.
Apabila dari suatu produk tidak memiliki label
halal yang resmi dari MUI akan membuat konsumen merasa ragu untuk mengkonsumsi
suatu produk. Masih banyak oknum yang tidak menyerahkan sampel produknya ke MUI
hanya karena untuk meraih keuntungan semata, dibandingkan rasa aman dan nyaman
yang harusnya dimiliki oleh para konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
Halal (حلال, halāl, halaal)
adalah istilah dari bahasa Arab. Dalam agama Islam yang
berarti "diizinkan" atau "boleh". Istilah ini dalam
kosakata sehari-hari lebih sering digunakan untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang
diizinkan untuk dikonsumsi menurut dalam Islam. Sedangkan dalam
konteks yang lebih luas istilah halal merujuk kepada segala sesuatu
yang diizinkan menurut hukum Islam (aktivitas, tingkah laku, cara
berpakaian dll). Di Indonesia, sertifikasi kehalalan produk pangan ditangani
oleh Majelis Ulama Indonesia.
Sertifikat halal sangatlah penting di setiap
produk yang akan kita konsumsi. Sertifikat Halal adalah Fatwa tertulis dari
Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) yang menyatakan kehalalan produk sesuai dengan
syariat Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin
pencantuman Label Halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang
berwenang.
Pengadaan Sertifikasi Halal pada produk
pangan, obat-obat, kosmetika dan produk lainnya sebenarnya bertujuan untuk
memberikan kepastian status kehalalan dari produk. Sehingga dapat memberikan
rasa aman dan nyaman bagi konsumen muslim.
·
Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
PP 69/1999 diancam dengan tindakan administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (2) yaitu :
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan untuk mengedarkan untuk
sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran;
c. pemusnahan pangan jika terbukti
membahayakan kesehatan dan jiwa manusia;
d. penghentian produksi untuk sementara
waktu;
e. pengenaan denda paling tinggi Rp50.000.000
(lima puluh juta rupiah); dan atau
f. pencabutan izin produksi atau izin
usaha.
· Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan tentang label dan iklan
produk pangan dilaksanakan Menteri Kesehatan (lihat Pasal 59 PP 69/1999).
Sebagai pelaksanaan dari PP 69/1999, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001. Menteri Agama kemudian
menunjuk Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) sebagai
lembaga pelaksana pemeriksaan pangan yang dinyatakan halal berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 519 Tahun 2001 (“Kepmenag 519/2001”).Selanjutnya,
Menteri Agama menunjuk Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia
(Peruri) sebagai pelaksana pencetakan label halal untuk ditempelkan pada setiap
kemasan pangan halal yang akan diperdagangkan di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 525 Tahun 2001.
·
Dalam Pasal 2
Kepmenag 519/2001 disebutkan
bahwa pemeriksaan pangan yang dilakukan MUI meliputi;
a. pemeriksaan dan/atau verifikasi data
pemohon;
b. pemeriksaan proses produksi;
c. pemeriksaan laboratorium;
d. pemeriksaan pengepakan, pengemasan dan
pemyimpanan produk;
e. pemeriksaan sistem transportasi,
distribusi, pemasaran dan penyajian;
f. pemrosesan dan penetapan Sertifikasi
Halal.
BAB III
PENUTUP
Jadi yang dapat disimpulkan dari tulisan aspek
halal dari segi ekonomi ini adalah bahwa kehalalan suatu produk sangat penting,
terlebih lagi mayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama Islam. Dan semoga
para pelaku usaha tidak lebih mengutamakan keuntungan semata, di bandingkan
rasa aman dan nyaman terhadap konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk.
Sumber :
http://riau1.kemenag.go.id/file/dokumen/TataCaraSertifikasiHalal.pdf
Nama : Amelia Nur Fitri
NPM : 20210605
Kelas : 2 EB 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar