BAB
I
PENDAHULUAN
Suatu kenyataan
hidup bahwa manusia itu tidak sendiri, manusia hidup berdampingan, bahkan
berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya. Hubungan
itu terjadi berkenaan dengan kebutuhan hidupnya yang tidak mungkin selalu dapat
dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam. Pemenuhan kebutuhan
hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui daya upaya yang dilakukan.
Setiap waktu manusia ingin memenuhi kebutuhannya dengan baik. Kalau dalam saat
yang bersamaan dua manusia ingin memenuhi kebutuhan yang sama dengan hanya satu
objek kebutuhan, sedangkan keduanya tidak mau mengalah, bentrokan dapat
terjadi. Suatu bentrokan akan terjadi juga dalam suatau hubungan, antara
manusia satu dan manusia lain ada yang tidak memenuhi kewajiban.
Hal-hal semacam
itu sebenarnya merupakan akibat dari tingkah laku manusia yang ingin bebas.
Suatu kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu
yang baik, apalagi kalau kebebasan tingkah laku seseorang tidak dapat diterima
oleh kelompok sosialnya. Oleh karena itu, untuk menciptakan ketentraman dalam
suatu kelompok sosial, baik dalam situasi kebersamaan maupun dalam situasi
sosial diperlukan ketentuan-ketentuan. Ketentuan itu untuk membatasi kebebasan
tingkah laku itu. Ketentuan-ketentuan yang diperlukan adalah ketentuan yang
timbul dari dalam pergaulan hidup atas dasar kesadaran dan biasanya dinamakan
hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum di Indonesia merupakan
campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian
besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama
di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan
atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat
dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Sejarah
Hukum di Indonesia mulai dari periode kolonialisme hingga pasca masa orde baru
sampai sekarang, berikut ini pembahasan dari metode kolonialisme :
1. Periode
Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni:
periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a. Periode VOC
Pada masa pendudukan
VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan
ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan
rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan
terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum
Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi
pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas
secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan
hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam
terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b. Periode liberal
Belanda
Pada
1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR
1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan
utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri
jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum
pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan
dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap
eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses
peradilan yang bebas.
Otokratisme
administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak
lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik
liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi,
karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang
berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c. Periode Politik
Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan
Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal
politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1)
Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2)
Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan
organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga
peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan
perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya
kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1)
Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga
peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang
disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa
pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan
perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang,
tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU
Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara,
diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer
disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang
peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan dualisme/pluralisme
tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan pembedaan polisi kota
dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; 5) Pengisian
secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan
orang-orang pribumi.
2. Periode
Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi
Fisik
Pembaruan
hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang
peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan
unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi
dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali
badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah
Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi
Liberal
UUDS
1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan
hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk
mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan
mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi
dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi
peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau
penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No.
9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan
Kekuasaan Pengadilan.
3. Periode
Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Periode Demokrasi
Terpimpin
Langkah-langkah
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam
dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan
kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga
eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin?
yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan
campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964
dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak
berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan
putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan
dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh
penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang
perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria,
dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal
asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing,
UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1)
Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem
pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum;
Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum
Nasional.
4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak
pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat
kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara,
beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik
dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3)
Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit
lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar
pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan
perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku
semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah
advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum,
hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses
peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan
para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut
hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin
gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa
lambat dan masih tak tentu arahnya.
BAB
III
PENUTUP
Dapat kita simpulkan dari uraian diatas bahwa
sejarah hukum di Indonesia bermula dari penjajahan Belanda, karena saat itu
wilayah Indonesia di kenal sebagai Hindia
Belanda (Nederlandsch-Indie). Dan tujuan utama dalam penulisan ini
adalah agar kita lebih memahami dan mendalami tentang sejarah hukum di
Indonesia. Sehingga menjadikan pedoman dan pengetahuan kita di masa yang
mendatang.
Sumber
:
Sejarah Hukum di Indonesia.doc
Nama : Amelia Nur Fitri
NPM : 20210605
Kelas : 2 EB 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar